DESKRIPSI RUMAH ADAT M.NAUFAL A.R

 Halo teman-teman. Saya Muhammad Naufal Athaya Ramadhan akan menjelaskan tentang rumah adat yang kelompok saya buat yaitu rumah adat suku Banjar dari provinsi Kalimantan Selatan Rumah Baanjung.




Dan inilah Rumah Adat Banjar dan saya akan menjelaskan rumah adat ini



Rumah Baanjung (Ba'anjung) adalah nama kolektif untuk rumah tradisional suku Banjar dan suku Dayak Bakumpai.[1] Suku Banjar biasanya menamakan rumah tradisonalnya dengan sebutan Rumah Banjar atau Rumah Bahari.

Umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun dengan beranjung (bahasa Banjar: ba-anjung), yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama, karena itulah disebut Rumah Ba'anjung (ber-anjung).

Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa jenis Rumah Banjar yang tidak beranjung. Rumah tradisional Banjar pada umumnya beranjung dua yang disebut Rumah Ba-anjung Dua, namun kadangkala rumah banjar hanya hanya beranjung satu, biasanya rumah tersebut dibangun oleh pasangan suami isteri yang tidak memiliki keturunan.


SEJARAH RUMAH ADAT BAANJUNG


Bangunan Rumah Adat Banjar diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yaitu ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk agama Islam, dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang.


Sebelum memeluk agama Islam Sultan Suriansyah tersebut menganut agama Hindu. Ia memimpin Kerajaan Banjar pada tahun 1596–1620.


Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar ini memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan.


Namun perkembangannya kemudian bentuk segi empat panjang tersebut mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan dan agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi.


Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tamapak menempel (dalam bahasa Banjar: Pisang Sasikat) dan menganjung keluar.


Bangunan tambahan di kiri dan kanan tersebut disebut juga anjung; sehingga kemudian bangunan rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.


Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan keraton Banjar, terutama di lingkungan keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain.


Namun Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut merupakan istana tempat tinggal Sultan.


Bangunan-bangunan lain yang menyertai bangunan rumah ba-anjung tersebut ialah yang disebut dengan Palimasan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan perak.


Balai Laki adalah tempat tinggal para menteri kesultanan, Balai Bini tempat tinggal para inang pengasuh, Gajah Manyusu tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan yaitu para Gusti-Gusti dan Anang.


Selain bangunan-bangunan tersebut masih dijumpai lagi bangunan-bangunan yang disebut dengan Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba.


Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang didirikan baik di sekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang meniru bentuk bangunan rumah ba-anjung.


Sehingga pada akhirnya bentuk rumah ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan ciri khas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah penduduk daerah Banjar.



FILOSOFI RUMAH ADAT BAANJUNG


Rumah Adat Kalimantan Selatan bernama Baanjung ini memiliki sejumlah filosofi yang unik dan sarat makna. Rumah ini melambangkan perpaduan dunia atas dan dunia bawah. Itu tampak pada ukiran burung enggang yang disamarkan pada bagian ujung garis lintang atap rumah yang melambangkan alam atas.

Sementara ukiran naga yang juga disamarkan melambangkan alam bawah. Ukiran naga terdapat di bagian ujung penampih atau papan yang mengelilingi bagian bawah rumah. Ukiran sengaja disamarkan karena berdasarkan ajaran agama Islam yang dianut oleh penduduk, tidak boleh mengukir makhluk bernyawa secara jelas.
Wujud rumah pun secara keseluruhan melambangkan pohon kehidupan, di mana pohon sendiri memiliki makna keseimbangan dan keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
Rumah juga sengaja menghadap ke arah sungai, sebagai bagian dari kebudayaan sungai suku Banjar yang mendiami Kalimantan Selatan. Sebab ada banyak fungsi sungai bagi suku Banjar, mulai dari sebagai jalur transportasi hingga kebutuhan air minum


BAHAN BANGUNAN UTAMA RUMAH BAANJUNG


Struktur Rumah Baanjung didominasi oleh material kayu, mulai dari pondasi hingga ke atapnya. Dengan berlimpahnya ketersediaan kayu di Kalimantan, tentu tidak menjadi masalah bagi penduduk pada saat itu untuk membangun rumah adat. Jenis kayunya sendiri yang digunakan adalah kayu Ulin, Belangiran, Damar, dan Rumbia.
Rumah Baanjung sendiri terbagi atas beberapa bagian. Yakni, bagian induk utama yang terletak pada bagian bangunan memanjang lurus ke depan, anjung yang berada di posisi kiri dan sebelah kanan, atap sidang langit untuk bagian atap sengkuap dengan bentuk memanjang ke depan, dan habin awan yaitu atap yang memanjang ke belakang.
Untuk bagian ruangannya sendiri, Rumah Baanjung terdiri dari Pelatar, Pacitra, Penampik Kacil, Bagian Penampik Tengah, Palindang, Ambin Sayup, Penampik Dalam, dan Padapuran.
Pelatar atau pendopo atau teras merupakan ruangan depan setelah melewati anak tangga. Apabila dilengkapi pagar, pelatar disebut dengan nama Pamedangan.
Pacitra merupakan ruangan transisi yang terbagi dua ruangan, yaitu pacitra dalam dan luar. Ruangan ini berfungsi untuk menyimpan alat-alat pertanian dan alat tangkap ikan dan pertukangan. Bedanya pacitra luar dan dalam hanya posisi letaknya saja yang ada di luar dan di dalam.
Penampik Kacil merupakan area ruang tamu atau ruangan yagn berada setelah masuk melalui pintu depan. Permukaan lantai di sini lebih tinggi dibandingkan pelatar di luar. Luas ruangannya umumnya 7mx3m.
Penampik Tengah adalah ruang tengah yang memiliki luas lebih besar dari penampik kacil. Lantai ruangan ini juga lebih tinggi dari ruangan sebelumnya.
Penampik Besar atau Ambin Sayup adalah ruangan yang menghadap ke dinding tengah. Lebih lagi, permukaan lantai di Penampik Besar lebih tinggi dari ruangan sebelumnya.
Palindangan atau Ambin Dalam adalah ruangan yang terletak di bagian dalam rumah. Ruangan ini memiliki lantai yang sama tingginya dengan Penambik Besar. Luas ruangannya berkisar 7mx7m. Terdapat 8 tiang besar di dalam Palindangan untuk menyangga atau menyokong rumah adat.
Penampik Dalam adalah ruangan dengan kukuran yang cukup luas dengan permukaan lantai yang lebih rendah daripada lantai palindangan. Ruangan ini mempunyai ukuran 7mx5m.
Ruangan terakhir adalah Padapuran atu Padu. Ruangan ini berada di bagian belakang bangunan dengan permukaan lantai lebih rendah dari Penampik Bawah. Padapuran dibagi menjadi ruang tempat memasak, mengeringkan kayu, dan mencuci piring. Ruangan ini mempunyai luas 7mx3m.

Hanya itu yang saya bisa jelaskan,terimakasih

Komentar